Hikayat Sang Pemimpi

Dahulu impian begitu nyata
Terlukis megah dalam
lembaran harianku
Doa dan usaha yang kupunya
Namun
Berkobar sudah asaku
Berjanji mengukir rona sukacita
milik Bundaku

Kelam
Bola-bola mengkilat khas sang
rubah bermuka dua
Busa busa cacian
sarkasme
Tajuk penipu ulung
Sungguh mewarnai harianku

Lalu ?
Apa beta hilang asa ?
Ahh tidak tentunya
Amukan badai kehidupan pun
akan kuterjang
demi Bundaku tentunya

Hingga
tiba-tiba selaksa peristiwa
hadir
memaku ragaku
dan membuat asaku terhuyung

Memudar sudah asaku
Tersisa sesal lalu tangis
kupikir hendak seperti apa
alurku tanpa Ridho-Mu
Pupus sudah asaku
Begitulah Purbawisesa Tuhan.

Nav.

Komentar